Selasa, 03 Mei 2016

Makalah Fiqh Mawaris Ashabul Furudh, Ashabah dan Dzawil Arham

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Syari’at Islam telah meletakkan aturan kewarisan dan hukum mengenai harta benda dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Agama Islam menetapkan hak milik seseorang atas harta, baik laki-laki atau perempuan melalui jalan syara’, seperti perpindahan hak milik laki-laki dan perempuan di waktu masih hidup ataupun perpindahan harta kepada para ahli warisnya setelah ia meninggal dunia. Islam tidak mendiskriminasikan antara hak anak kecil dan orang dewasa. Kitabullah yang mulia telah menerangkan hukum-hukum waris dan ketentuan masing-masing ahli waris secara gamblang, dan tidak membiarkan atau membatasi bagian seseorang dari hak kewarisanya. Al-Qur’an al-Karîm dijadikan sandaran dan neracanya. Hanya sebagian kecil saja (perihal hukum waris) yang ditetapkan dengan Sunnah dan Ijma’. Di dalam syari’at Islam tidak dijumpai hukum-hukum yang diuraikan oleh al-Qur’an al-Karîm secara jelas dan terperinci sebagaimana hukum waris.
Membicarakan kewarisan (farâidh) berarti membicarakan hal ihwal peralihan harta dari orang yang telah mati sebagai pemberi waris (al-muwarris) kepada orang yang masih hidup sebagai ahli waris (al-wâris). Artinya warisan merupakan esensi sebab pokok dalam memiliki harta, sedangkan harta merupakan pembalut kehidupan, baik secara individual maupun secara universal.
B.     Rumusan Masalah
Dalam penulisan karya ilmiah ini, kami merumuskan permasalahan didalamnya. Berikut ini rumusan masalahnya:
1.      Bagaimana pembagian ahli waris dalam ashabul furudh?
2.      Bagaimana pembagian ahli waris dalam ashabah?
3.      Bagaimana pembagian ahli waris dalam dzawil arham?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Ashabul Furudh
1.      Pengertian Ashabul Furudh
Para ahli fara’id membedakan ashabul-furudh ke dalam 2 macam, yaitu ashabul-furudh is-sababiyyah dan ashabul-furudh in-nasabiyyah.
Ashabul-furudh is-sababiyyah adalah golongan ahli waris sebagai akibat adanya ikatan perkawinan dengan si pewaris. Golongan ahli waris ini adalah janda (laki-laki atau perempuan).
Ashabul-furudh in-nasabiyyah adalah golongan ahli waris sebagai akibat adanya hubungan darah dengan si pewaris. Termasuk ke dalam golongan ini adalah:
a.       Leluhur perempuan: Ibu dan nenek;
b.      Leluhur laki-laki: Bapak dan kakek;
c.       Keturunan perempuan: Anak perempuan dan cucu perempuan pancar laki-laki;
d.      Saudara seibu: Saudara perempuan seibu dan saudara laki-laki seibu; dan
e.       Saudara sekandung/sebapak: Saudara perempuan sekandung dan saudara perempuan sebapak.
Berikut ini adalah pembagian harta waris sesuai dengan Firman Allah:
No.
Furudh
Dalil
1.
½
Dan bagimu (suami-suami) seperdua  dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu…(QS.An-Nisa’:12)
2.
¼
…para istri memperoleh seperempat dari harta yang kamu tinggalkan…(QS.An-Nisa’:12)
3.
…para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan…(QS.An-Nisa’:12)
4.
… tetapi jika saudara perempuan itu 2 orang maka bagi keduanya dua pertiga..
5.
…ibunya mendapat sepertiga…(QS.An-Nisa’: 11)
6.
1/6
…ibunya mendapat seperenam…(QS.An-Nisa’: 11)

Bagian harta warisan adakalanya masuk kategori ashabul furudh atau ‘ashabah. Fardh atau furudh adalah bagian tertentu yang telah ditetapkan syariat islam. Ta’shib atau ‘ashabah adalah bagian warisan yang besarnya tidak tetap.

2.      Kategori Ashabul Furudh

Yang termasuk dalam kategori ashabul furudh adalah sebagai berikut:
a.       Ashabul Furudh Yang Memperoleh Setengah Bagian
 No.
Ahli Waris
Dalil
1.
Anak perempuan tunggal
…jika anak perempuan itu seorang saja maka ia memperoleh separuh harta…(QS.An-Nisa’: 11).
2.
Suami jika istrinya yang wafat tidak memiliki anak.
Dan bagimu (suami-suami) seperdua  dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu jika mereka tidak mempunyai anak…(QS.An-Nisa’:12).
3.
Seorang saudara kandung perempuan atau seayah
…jika seorang meninggal dunia, tetapi  ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya…(QS.An-Nisa’: 176).
Berdasarkan dalil diatas, ahli waris yang memperoleh bagian ½ ada 5 orang, yaitu:
1)      Anak kandung perempuan tunggal;
2)      Cucu perempuan dari anak laki-laki tunggal;
3)      Suami ketika dia tidak mempunyai keturunan(furu’ ahli waris);
4)      Saudara kandung perempuan dan tunggal; dan
5)      Saudara perempuan seayah dan tunggal.
b.      Ashabul Furudh Yang Memperoleh Seperempat Bagian:
No.
Ahli Waris
Dalil
1.
Seorang suami yang mempunyai anak.
…jika istri-istrimu itu mempunyai anak maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya…(QA.An-Nisa’: 12)
2.
Seorang istri jika tidak mempunyai anak
…para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak…(QS.An-Nisa’:12)

Ahli waris yang memperoleh ¼ bagian dengan ketentuan furudh  terdiri atas 2 orang. Pertama, suami yang ditinggal wafat istrinya dan meninggalkan seorang anak. Kedua, istri-istri yang ditinggal wafat suaminya tetapi suaminya tidak memiliki anak.
c.       Ashabul Furudh Yang Memperoleh Sepedelapan Bagian 
No.
Ahli Waris
Dalil
1.
Istri atau para istri ketika si mayit memiliki anak.
…jika kamu mempunyai anak maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan…(QS.An-Nisa’: 12)
Berdasarkan dalil di atas, ⅛ merupakan bagian seorang istri, 2 orang istri, 3 orang istri, atau 4 orang istri jika suami mereka yang wafat memiliki anak atau memiliki ahli waris furu’ (seperti anak, cucu, dan seterusnya ke bawah) dari mereka (para istri) atau dari selain mereka.
d.      Ashabul Furudh yang Mempuyai Dua Pertiga Bagian
 No.
Ahli Waris
Dalil
1.
Dua orang anak perempuan atau lebih, baik anak kandung maupun cucu dan anak laki-laki
…dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan…(QS An-Nisa’:11)
2.
Dua saudara perempuan atau lebih, baik kandung maupun seayah.
…tetapi jika saudara perempuan itu dua orang maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggalkan…(QS An-Nisa’: 176)

e.       Ashabul Furudh Yang Memperoleh Sepertiga Bagian
No.
Ahli Waris
Dalil
1.
Seorang ibu jika si mayit tidak memiliki anak dan tidak memiliki sejumlah saudara laki-laki atau saudara perempuan
... jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dania diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja) maka ibunya mendapat sepertiga…(QS An-Nisa’: 11)
2.
Dua orang atau lebih saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu
… jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu…(QS An-Nisa’: 12)

f.       Ashabul Furudh Yang Memperoleh Seperenam Bagian
No
Ahli Waris
Dalil
1.
Ayah dan ibu jika si mayit memiliki anak
… dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan jika yang meninggal itu mempunyai anak.(QS An-Nisa’: 11)
2.
Ibu jika si mayit memiliki beberapa orang saudara laki-laki dan perempuan
Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara maka ibunya mendapat seperenam…(QS An-Nisa’: 11)
3.
Saudara laki-laki seibu dan saudara perempuan seibu, yaitu salah seorang anak dari ibu
… tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja) maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta…(QS An-Nisa’: 12)

Jadi, ahli waris yang memperoleh bagian seperenam terdiri atas 9 orang, yaitu:
1)      Ayah jika si mayit memiliki anak atau cucu dan terus ke bawah (ahli waris furu’);
2)      Ibu jika si mayit memiliki anak atau cucu dan terus ke bawah (ahli waris furu’);
3)      Jika ibu si mayit memiliki beberapa orang saudara laki-laki dan saudara perempuan;
4)      Kakek karena kedudukannya sama dengan ayah;
5)      Nenek satu orang atau lebih;
6)      Saudara laki-laki seibu;
7)      Saudara perempuan seibu;
8)      Seorang atau lebih cucu perempuan dari anak laki-laki jika si mayit memiliki satu anak kandung perempuan. Bagian furudh untuk beberapa anak kandung perempuan adalah ⅔ bagian, berapa pun jumlahnya; serta
9)      Seorang atau lebih saudara perempuan seayah ketika si mayit memiliki atau saudara kandung perempuan.
B.     Ashabah
‘Ashabah artinya menurut loghat, ialah pembela, penolong, pelindung, dan sebagainya dari kaum sendiri. Ashabah menurut istilah ialah ahli waris yang tidak ditetapkan bahagianya di dalam Al-Qur’an dan Hadits.
‘Asabah adalah bagian sisa setelah diberikan kepada ahli waris ashab al-furud. Sebagai ahli waris perempuan menerima bagian sisa, ahli waris ‘asabah terkadang menerima bagian banyak (seluruh harta warisan), teerkadang menerima bagian sedikit, tetapi terkadang tidak menerima bagian sama sekali, karena telah habis diberikan kepada ahli waris ‘ashabal-furud.
Di dalam pembagian sisa harta warisan, ahli waris yang memiliki hubungan kekerabatan yang terdekatlah yang lebih dahulu menerimanya. Konsekuensi cara pembagian warisan ini, maka ahli waris ‘asabah yang peringkat kekerabatannya berada diibawahnya, tidak mendaptkan bagian. Dasar pembagian ini adalah perintah Rasulullah SAW. Sebagai berikut:
أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَافَمَا بَقِيَ فَلِأَوْلٰى رَجُلٍ ذَكَرٍ (متفق عليه)
“ Berikanlah bagian-bagian tertentu kepada ahli waris yang berhak, maka sisanya untuk ahli waris laki-laki yang utama”.(muttafaq ‘alaih).
Ashabah bin nafsi adalah kerabat laki-laki yang dipertalikan dengan si mayit tanpa diselingi oleh orang perempuan, yaitu:
1.      Leluhur laki-laki: bapak dan kakek;
2.      Keturunan laki-laki : anak laki-laki dan cucu laki-laki; dan
3.      Saudara sekandung/sebapak : laki-laki sekandung/sebapak.
Ashabah bil-ghair adalah kerabat perempuan yang memerlukan orang lain untuk menjadi ashabah dan untuk bersama-sama menerima ushubah, yaitu:
1.      Anak perempuan yang mewaris bersama dengan anak laki-laki;
2.      Cucu perempuan yang mewaris bersama cucu aki-laki; dan
3.      Saudara perempuan sekandung/sebapak yang mewaris bersama dengan saudara laki-laki sekandung/sebapak.
Ashabah ma’al-ghair adalah kerabat perempuan yang memerlukan orang lain untuk menjadi ashabah, tetapi orang lain tersebut tidak berserikat dalam menerima ushubah, yaitu saudara perempuan sekandung dan saudara perempuan sebapak yang mewaris bersama anak perempuan atau cucu perempuan.

C.    Dzawil Arham
1.      Pengertian Dzawil Arham
Kata-kata arham adalah bentuk jama’ dari kata-kata rahm. Artinya menurut bahasa ialah tempat proses terjadinya kandungan di dalam perut ibunya, kemudian disebut kerabat baik dari jalur ayah atau ibu. Sebab semua makna tersebut tercakup di dalam kata rahm. Kata-kata rahm ini telah biasa dilafalkan orang. Mereka menyatakan “arham”, yang berarti kerabat. Makna tersebut terdapat bahasa lisan atau syar’i.
Arham menurut istilah ialah orang-orang yang tidak mempunyai bagian tetap di Al-Qur’an dan hadits dan tidak mempunyai bagian ashabah. Dengan kata-kata yang singkat, arham ialah orang-orang yang tidak mempunyai bagian tetap dan tidak mempunyai bagian ashabah. Semua kerabat mempunyai hubungan kekerabatan dengan pewaris tetapi tidak semua dapat mewaris harta pewaris dengan memperoleh bagian tetap atau ashabah, mereka itulah yang disebut dzawil arham.
2.      Bagian-bagian Dzawil Arham
Berikut ini empat macam-macam dzawil arham
a.       Orang-orang yang menjadi keturunan pewaris (bernasab kepada pewaris.
b.      Orang-orang yang menjadi leluhur si mayit (si mayit bernasab kepada mereka)
c.       Orang-orang yang bernasab kepada kedua orang tua si mayit.
d.      Orang yang bernasab kepada kedua kakek pewaris.
Macam yang pertama orang-orang yang bernasab kepada pewaris yaitu:
a.       Anak laki-laki anak perempuan, laki-laki/perempuan dan seterusnya.
b.      Anak laki-lakinya anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah.
Macam yang kedua orang-orang yang pewaris (almarhum) bernasab kepadanya (leluhur si mayat) yaitu:
a.       Kakek yang tidak sah walaupun ke atas seperti bapaknya ibu, bapaknya bapaknya bapaknya ibu.
b.      Nenek yang tidak sah, seperti ibunya bapaknya ibu dan ibunya ibunya bapaknya ibu dan seterusnya.
Macam ketiga orang-orang yang bernasab pada kedua orang tua pewaris yaitu:
a.       Beberapa anaknnya saudara perempuan sekandung, sebapak, seibu, laki-laki atau perempuan.
b.      Beberapa anak perempuannya saudara laki-laki sekandung, seayah, seibu, beberapa anak perempuannya laki-lakinya saudara laki-laki sekandung.
c.       Beberapa anak laki-lakinya saudara laki-laki seibu dan anak-anaknya dan seterusnya, seperti anak laki-laki saudara laki-laki seibu, atau anak laki-lakinya anak laki-lakinya saudara laki-laki seibu atau anak perempuannya anak laki-lakinya saudara laki-laki seibu.
Macam keempat orang yang bernasab kepada kedua kakek mayat atau nenek si mayit, dari jalur bapaknya atau jalur ibunya, yaitu:
a.       Beberapa bibi pewaris secara mutlak (bibi sekandung, bibi seayah, bibi seibu) dan bibi (dari ibu) pewaris, beberapa bibinya dan beberapa paman seibu (paman ibunya).
b.      Anak-anaknya beberapa ‘ammah (bibi dari ayah) dan kholah (bibi dari ibu) dan beberapa anaknya paman dari ibu, dan seterusnya ke bawah.
c.       Beberapa ‘ammah-nya pewaris sekandung, seibu, seayah, paman-pamannya dari dari ibu. Bibi-bibi dari ibu (pamannya bapak dan bibinya bapak) begitu pula paman-paman bapak seibu (pamannya ibu, bibinya, paman dari ibunya ibu dan bibi dari ibunya ibu, dan saudara-saudara perempuan ibunya ibu sekandung atau seayah).
d.      Anak-anak dari golongan diatas walaupun ke bawah seperti (anak laki-lakinya saudara perempuan bapak) dan (anak perempuan saudara perempuan bapak).
e.       Beberapa saudara laki-laki ayahnya ayahnya si pewaris seibu (beberapa saudara laki-lakinya bapaknya kakek seibu) dan beberapa saudara laki-lakinya ayahnya nenek, dan beberapa saudara perempuannya ibunya kakek dan nenek, saudara-saudara laki-laki ibunya kakek dan nenek, saudara-saudara perempuannya bapaknya kakek atau nenek.
f.       Beberapa anak dari kelompok orang-orang tersebut di atas walau ke bawah.
Secara ringkas, beberapa kelompok 6 orang tersebut di atas adalah orang-orang yang bernasab kepada kedua kakek pewaris atau kedua nenek pewaris yaitu para saudara-saudara perempuan bapak secara mutlak dan saudara laki-laki bapak seibu, dan saudara laki-laki ibu, para saudara perempuan ibudan para anak-anak mereka.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Ashabul Furudh adalah golongan ahli waris sebagai akibat adanya ikatan perkawinan dengan si pewaris. Sedangkan Ashabah adalah ahli waris yang tidak ditetapkan bahagianya di dalam Al-Qur’an dan Hadits. Dan Dzawil Arham adalah semua kerabat mempunyai hubungan kekerabatan dengan pewaris tetapi tidak semua dapat mewaris harta pewaris dengan memperoleh bagian tetap atau ashabah
B.     Saran
Pembagian ahli waris menurut Islam dibagi dengan beberapa bagian yang merupakan kewajiban bagi kita seorang muslim dan muslimah mengetahui cara pembagiannya dan melaksanakannya hukum waris dalam islam.


DAFTAR PUSTAKA

As-Sobuniy, Muhammad Ali. 2004. Hukum-Hukum Warisan. Kuala Lumpur: Al-Hidayah
Otje Salman dan Mustopa Haffas. 2002. Hukum Waris Islam. Bandung: PT Refika Aditama
Sunarso, dkk. 2007. Pembagian Warisan Berdasarkan Syariat Islam. Solo: Tiga Serangkai


Tidak ada komentar:

Posting Komentar