BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pandangan tentang kegiatan ekonomi dalam Islam yaitu
produksi tersirat dari bahasan ekonomi yang dilakukan oleh Hasan Al Banna.
Beliau mengutip firman Allah SWT yang mengatakan: “Tidakkah kamu perhatikan
sesungguhnya Allah SWT telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di
langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan
bathin.” (QS. Lukman: 20)
Semua sumberdaya yang terdapat di langit dan di bumi
disediakan Allah SWT untuk kebutuhan manusia, agar manusia dapat menikmatinya
secara sempurna, lahir dan batin, material dan spiritual. Apa yang diungkapkan
oleh Hasan Al Banna ini semakin menegaskan bahwa ruang lingkup keilmuan ekonomi
islam lebih luas dibandingkan dengan ekonomi konvensional. Ekonomi islam bukan
hanya berbicara tentang pemuasan materi yang bersifat fisik, tapi juga
berbicara cukup luas tentang pemuasan materi yang bersifat abstrak, pemuasan
yang lebih berkaitan dengan posisi manusia sebagai hamba Allah SWT.
Al-Qur’an juga telah memberikan tuntunan visi bisnis yang
jelas yaitu visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari keuntungan
sesaat tetapi “merugikan”, melainkan mencari keuntungan yang secara hakikat
baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya (pengaruhnya). Salah satu
aktifitas bisnis dalam hidup ini adalah adanya aktifitas produksi.
B.
Rumusan Masalah
Dalam penulisan karya ilmiah ini, kami merumuskan
permasalahan didalamnya. Berikut ini rumusan masalahnya:
1.
Apakah
definisi dari produksi ?
2.
Bagaimanakah
teori produksi ?
3.
Apa
sajakah ayat dan hadits yang berkaitan dengan kegitan produksi ?
4.
Bagaimanakah
implementasi dari ayat dan hadits yang berkaitan dengan kegiatan produksi ?
C.
Tujuan Penulisan
Kami sebagai penulis mempunyai tujuan dalam penulisan karya
ilmih ini, berikut tujuan penulisannya:
1.
Untuk
mengetahui definisi dari produksi baik dalam Islam maupun konvensional.
2.
Untuk
mengetahui bagaimana teori produksi.
3.
Untuk
mengetahui beberapa ayat dan hadits yang berkaitan dengan kegitan produksi.
4.
Untuk
mengetahui implementasi dari beberapa ayat dan hadits yang berkaitan dengan
kegiatan produksi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Produksi
Para ekonom mendefiniskan produksi sebagai menghasilkan
kekayaan melalui eksploistasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan.
Bila diartikan secara konvensional, produksi adalah proses menghasilkan atau
menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya yang
ada. Dalam pengertian lain kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi dapat diartikan
sebagai, kegitan yang menciptakan manfaat (utility) baik di masa kini, maupun
di masa yang akan datang (M. Frank, 2003). Sedangkan bila diartikan secara
islam kegiatan produksi dalam Islam tidak semata- mata hanya ingin
memaksimalkan keuntungan dunia saja akan tetapi yang lebih penting lagi adalah,
untuk mencapai maksimalisasi keuntungan diakherat. Konsep produksi dalam Islam
adalah konsep produksi menurut Al- Quran dan Hadist, dan ini sangat erat sekali
hubungannya dengan sistem ekonomi Islam, yaitu kumpulan dasar- dasar ekonomi
yang di simpulkan dari Al- Quran dan Hadist. Berikut definisi produksi menurut
ekonomi muslim:
1.
Kahf.
mendefinisikan kegiatan produksi dalam Islam sebagai usaha manusia untuk
memperbaiki tidak hanya kondisi fisi materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai
sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana yang telah digariskan dalam
agama yaitu kebahagian dunia dan
akhirat.
2.
Siddiqi
(1992) mendefinisikan kegiatan produksi sebagai penyediaan barang dan jasa
dengan memperhatikan nilai keadilan dan memanfaatkan (maslahah) bagi masyarkat.
Dalam pandangannya sepanjang produsen telah bertindak adil dan telah membawa
kebajikan bagi masyarakat maka ia telah bertindak secara Islami.
B.
Teori Produksi
Produksi, distribusi dan konsumsi sesungguhnya merupakan
satu rangkaian kegiatan ekonomi yang tidak dipisahkan. Ketiganya, memang saling
mempengaruhi namun harus diakui produksi merupakan titik pangkal dari kegiatan
itu. Tidak akan ada distribusi tanpa produksi. Dari teori ekonomi makro kita
memperoleh infformasi. Kemajuan ekonomi pada tingkat individu maupun bangsa
lebih dapat diukur dengan tingkat produktivitasnya dari pada kemewahan
konsumtif mereka. Atau dengankemampuan ekspornya ketimbang agregat impornya
(Sukirno, 198).
Dari sisi pandangan konvensional, biasanya produksi dilihat
dari tiga hal, yaitu apa yang diproduksi, bagaimana memproduksinya, dan untuk
siapa barang/jasa diproduksi. Cara pandang ini untuk memastikan bahwa kegiatan
produksi cukup layak untuk mencapai skala ekonomi. Dalam produksi itu terjadi,
ekonomi konvensional menempatkan tenaga kerja sebagai salah satu dari empat
faktor produksi, tiga faktor lainnya adalah sumber alam, modal dan keahlian.
Dalam memandang faktor tenaga kerja ini terdapat sejumlah perbedaan. Paham
ekonom sosialis misalnyamemang mengakui faktor tenaga kerja merupakan faktor
penting. Namun paham ini tidak memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap
hak milik individu, sehingga faktor tenaga kerja atau manusia turun derajatnya
menjadi sekedar pekerja atau kelas pekerja. Sedangkan paham kapitalis yang saat
ini menguasai dunia, memandang modal atau kapital sebagai unsur yang
terpenting, dan oleh sebab itu para pemilik modal atau para kapitalis yang
menduduki tempat yang sangat dalam ekonomi kapitalis.
Sedangkan terdapat pula pandangan produksi dalam al-Qur’an
dan hadits sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-Anbiya, 21:80): “Dan telah
kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu
dalam peperanganmu: Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah)”. Dan pula terdapat
hadits yang membahas teori produksi, yaitu: “Seorang diantarakamu mengambil
tali dan pergi ke gunung untuk mengambil kayu bakar lalu dipikulnya pada
punggungnya dan selanjutnya dijualnya serta dengan cara ini ia bisa
menghidupkan dirinya, adalah lebih baik daripada ia meminta-minta kepada
manusia, kadang ia diberi dan kadang tidak diberi (HR. Ahmad, Bukhari dan Ibnu
Majah).
Rasululullah memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip
produksi sebagai berikut:
1.
Tiga
manusia dimuka bumi sebagai khalifah Allah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu
dan amalnya. Allah menciptakan bumi dan langit beserta segala apa yang ada
diantara keduanya karena sifat Rahmaan dan Rahiim-Nya kepada manusia. Karenanya
sifat tersebut harus melandasi aktivitas manusia dalam pemanfaatan bumi dan
langit serta segala isinya.
2.
Islam
selalu mendorong kemajuan dibidang produksi. Menurut Yusuf Qhardawi, Islam
membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang didasarkan kepada penelitian,
eksperimen dan perhitungan. Akan tetapi Islam tidak membenarkan penuhan
terhadap hasil karya ilmu pengetahuan dalam arti melepaskan dirinya dari
al-Qur’an dan Hadits.
3.
Teknik
produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia. Nabi bersabda:
“Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian”.
4.
Dalam
berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama Islam menyukai kemudahan,
menghindari mudharat dan memaksimalkan manfaat. Dalam Islam tidak terdapat
ajaran yang memerintahkan membiarkan segala urusan berjalan dalam kesulitannya,
karena pasrah kepada keberuntungan atau kesialan, karena berdalih dengan
ketetapan da ketentuan Allah, atau karena tawakkal kepada-Nya, sebagaimana
keyakinan yang terdapat didalam agama selain Islam.
Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi antara lain adalah:
1.
Memproduksi
barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
2.
Mencegah
kerusakan dimuka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian dan
ketersediaan sumber daya alam.
3.
Produksi
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai
kemakmuran.
4.
Produksi
dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat.
5.
Meningkatkan
kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun mental dan fisik.
C.
Ayat dan Hadits Produksi
- Ayat
yang berkaitan dengan Kegiatan Produksi
a.
QS.
Hud (11): 61
وَإِلَىٰ ثَمُوْدَ أَخَاهُمْ صَالِحًا ۚ قَالَ
يَا قَوْمِ اعْبُدُوْا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ هُوَ
أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوْهُ ثُمَّ
تُوْبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ
Artinya:
Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh.
Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu
Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan
kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah
kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan
(doa hamba-Nya)" (QS. Hud (11): 61).
b.
QS.
Al-Anbiya (21): 80
وَعَلَّمْنَـهُ صَنْعَةَ
لَبُوْسٍ لَّـكُـمْ لِتُحْصِنَكُـمْ مِّنْ بَأْسِكُمْ فَهَلْ أْنْتُمْ شَـكِـرُوْنَ
Artinya:
Dan
kami telah ajarkan kepada Dawud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara
kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah). (QS.
Al-Anbiya (21): 80)
c.
QS.
Al-Jaatsiyah (45): 13
وَسَخَّرَلَـكُـمْ مَّافِى
السَّمَـوَتِ وَمَافِى الْأَرْضِ جَمِيْعًا مِّنْهُ إِنَّ فِى ذَلِكَ لَأَيَـتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَـكِّـرُوْنَ
Artinya:
Dan
dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) dari pada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasan Allah) bagi kaum yang berfikir (QS. Al-Jaatsiyah
(45): 13).
d.
QS.
Al-An’am (6): 165
وَهُوَ الَّذِى جَعَلَـكُـمْ خَلَــىـتٍ
الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَـكُـمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَــتٍ لِّيَبْلُوَ كُـمْ فِى
مَآ ءَاتَـىــكُـمْ إِنَّ رَبَّكَ
سَرِيْـعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ،لَغَفُوْرٌرَّحِيْمُ
Artinya:
Dan
dia yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian
kamu atas kebahagiaan (yang lain) beberapa derajat untuk mengujimu tentang apa
yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang (QS. Al-An’am (6): 165).
e.
QS.
Yunus (10): 14
ثُمَّ جَعَلْنَــكُـمْ
خَلَـــىـفَ فِى الْأَرْضِ مِنْ بَعْدِهِـمْ لِنَنْظُرَكَـيْفَ تَعْمَلُوْنَ
Artinya:
Kemudian
kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) dimuka bumi sesudah mereka,
supaya kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat (QS. Yunus (10): 14).
- Hadits
yang berkaitan dengan Kegiatan Produksi
a.
Shahih Bukhari Kitab Al-Muzara’ah Bab Man Kaa
Na Min Ash-Habi Al-Nabiyyi Saw No. 2340.
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ
اللَّهِ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانُوا يَزْرَعُونَهَا بِالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ
وَالنِّصْفِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ
لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ
فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ وَقَالَ الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ أَبُو تَوْبَةَ حَدَّثَنَا
مُعَاوِيَةُ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ
أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ (رواه بـخارى)
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami
['Ubaidullah bin Musa] telah mengabarkan kepada kami [Al Awza'iy] dari ['Atha']
dari [Jabir radliallahu 'anhu] berkata: "Dahulu orang-orang mempraktekkan
pemanfaatan tanah ladang dengan upah sepertiga, seperempat atau setengah maka
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang memiliki tanah
ladang hendaklah dia garap untuk bercocok tanam atau dia hibahkan. Jika dia
tidak lakukan maka hendaklah dia biarkan tanahnya". Dan berkata, [Ar-Rabi'
bin Nafi' Abu Taubah] telah menceritakan kepada kami [Mu'awiyah] dari [Yahya]
dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah radliallahu 'anhu] berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang memiliki tanah ladang
hendaklah dia garap untuk bercocok tanam atau dia berikan kepada saudaranya
(untuk digarap). Jika dia tidak lakukan maka hendaklah dia biarkan tanahnya.” (HR. Bukhari).
b. Shahih Bukhari Bab Hibah Wa Fadhliha Wa Al-Takhridh Alaiha Bab
Fadhli Al-Manihah No. 2632
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي عَطَاءٌ عَنْ جَابِرٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَتْ لِرِجَالٍ مِنَّا فُضُولُ أَرَضِينَ
فَقَالُوا نُؤَاجِرُهَا بِالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ وَالنِّصْفِ فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ
لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ وَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ
يُوسُفَ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ حَدَّثَنِي الزُّهْرِيُّ حَدَّثَنِي عَطَاءُ
بْنُ يَزِيدَ حَدَّثَنِي أَبُو سَعِيدٍ قَالَ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَهُ عَنْ الْهِجْرَةِ فَقَالَ وَيْحَكَ
إِنَّ الْهِجْرَةَ شَأْنُهَا شَدِيدٌ فَهَلْ لَكَ مِنْ إِبِلٍ قَالَ نَعَمْ قَالَ
فَتُعْطِي صَدَقَتَهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَهَلْ تَمْنَحُ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ
نَعَمْ قَالَ فَتَحْلُبُهَا يَوْمَ وِرْدِهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَاعْمَلْ مِنْ
وَرَاءِ الْبِحَارِ فَإِنَّ اللَّهَ لَنْ يَتِرَكَ مِنْ عَمَلِكَ شَيْئًا (رواه
بـخارى)
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad
bin Yusuf] telah menceritakan kepada kami [Al Awza'iy] berkata, telah
menceritakan kepadaku ['Atho'] dari [Jabir radliallahu 'anhu] berkata; Ada
orang-orang dari kami yang memiliki banyak lahan tanah. Mereka berkata:
"Kami akan sewakan dengan pembagian sepertiga, seperempat dan atau
setengah". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa
yang memiliki lahan hendaklah dia tanami atau dia berikan kepada saudaranya
untuk digarap. Jika dia tidak mau, hendaklah dia biarkan tanahnya". Dan
Mujahid bin Yusuf berkata, telah menceritakan kepada kami Al Awza'iy telah
menceritakan kepadaku Az Zuhriy telah menceritakan kapadaku 'Atho' bin Yazid
telah menceritakan kapadaku Abu Sa'id berkata: "Datang seorang Baduy
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu bertanya tentang hijrah. Maka
Beliau menjawab: "Bagaimana kamu ini, sesungguhnya hijrah adalah perkara
yang berat. Apakah kamu ada memiliki unta?" Dia menjawab: "Ya
punya". Lalu Beliau bertanya: "Apakah kamu mengeluarkan
zakatnya?" Dia menjawab: "Ya". Beliau bertanya lagi: "Apakah
ada darinya yang kamu berikan (hadiahkan)?" Dia menjawab: "Ya".
Beliau bertanya lagi: "Apakah kamu memberinya susu saat kehausan?"
Dia menjawab: "Ya". Maka Beliau bersabda: "Beramallah kamu dari
seberang lautan karena Allah tidak akan mengurangi sedikitpun dari amalan kamu.”
(HR. Bukhari).
c. Shahih Muslim Kitab Al-Buyu’ Bab Kira’a
Al-Ardhi No. 1544
حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ
عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ عَنْ
يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ
كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَى
فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ (رواه مسلم)
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami [Husain bin
Ali Al Hulwani] telah menceritakan kepada kami [Abu Taubah] telah menceritakan
kepada kami [Mu'awiyah] dari [Yahya bin Abi Katsair] dari [Abu Salamah bin
Abdurrahman] dari [Abu Hurairah] dia berkata; Rasulullah Shallallu 'alaihi wa
sallam bersabda: "Barangsiapa memiliki sebidang tanah, hendaklah ia
menanaminya, atau memberikannya kepada saudaranya (supaya menanaminya), Namun
jika ia tidak mau, hendaklah ia menjaganya." (HR. Muslim).
d. Sunan Ibn Majah Kitab Al-Ruhn Bab Al-Muzara’ah Bi Al-Tsulutsi Wa
Al-Rub’i No. 2452
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ
بْنُ سَعِيدٍ الْجَوْهَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ
حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ سَلَّامٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ أَبِي
سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ
فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ (رواه أبن ماجه)
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami [Ibrahim
bin Sa'id Al Jauhari] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abu Taubah Ar
Rabi' bin Nafi'] berkata, telah menceritakan kepada kami [Mu'awiyah bin Salam]
dari [Yahya bin Abu Katsir] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah] ia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa
memiliki sebidang tanah hendaklah ia menanaminya atau ia berikan pengolahannya
kepada saudaranya, namun jika menolak hendaklah ia tahan tanahnya.” (HR. Sunan Ibn Majah).
e. Ahmad - 16628
حَدَّثَنَا يَزِيْدُ حَدَّثَنَا الْمَسْعُوْدِيُّ عَنْ وَائلٍ أَبِيْ
بَـكْرٍ عَنْ عَبَايَةَ بْنِ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعِ بْنِ خَدِيْجٍ عَنْ جَدِّهِ
رَافِعِ بْنِ خَدِيْجٍ قَالَ ياَرَسُوْلَ اللَّهِ أَيُّ الْـكَسْبِ أَطْيَبُ قَال
عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُـلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ (رواه أحمد)
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Yazid telah
menceritakan kepada kami Al Mas’udi dari Wa’il Abu Bakr dari Abayah bin Rifa’ah
bin Rafi’ bin Khadij dari kakeknya Rafi’ bin Khadij dia berkata, “Dikatakan,
“Wahai Rasulullah, mata pencaharian apakah yang paling baik?” beliau bersabda:
“Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang
mabrur.” (HR Ahmad).
D.
Implementasi
Berikut ini implementasi dari ayat tersebut yang berkaitan
dengan produksi:
- QS.
Hud (11): 61)
Kita manusia hanya menyembah Allah, karena Dia-lah yang
menciptakan kita yaitu dari tanah dan kita dijadikannya sebagai pemakmur buni
(tanah) dengan cara menfaatkan semua apa yang ada di bumi ini dan disamping itu
kita sebaiknya memohon ampunan kepada-Nya karena rahmat Allah sangat dekat.
Bumi adalah lapangan sedangkan manusia adalah pekerja
penggarapnya yang sungguh-sungguh sebagai wakil dari Sang Pemilik lapangan
tersebut. Untuk menggarap dengan baik, Sang Pemilik memberi modal awal berupa
fisik materi yang terbuat dari tanah yang kemudian ditiupkannya roh dan
diberinya ilmu. Dalam Al-Qur’an digambarkan kisah penciptaan Adam anara lain
pada Surah al-Baqarah. Maka ilmu merupakan faktor produksi terpenting yang
ketiga dalam pandangan Islam. Teknik produksi, mesin serta sistem manajemen
merupakan buah dari ilmu dan kerja. Modal adalah hasil kerja yang disimpan.
- QS.
Al-Anbiya (21): 80
Allah swt. telah mengajarkan Dawud cara membuat baju besi
atau baju pelindung saat ia menghadapi peperangan. Dan kita sebaiknya
mensyukuri apa yang Allah berikan (petunjuk atau cara) membuat sesuatu (contoh;
baju besi).
Sehingga pada akhirnya, produksi dan konsumsi adalah dua
hal paling determinan untuk keberhasilan bisnis sangat dependen terhadap
kesejahteraan masyarakat yang ada dalam sebuah masyarakat. Jika tidak ada
konsumsi maka secara otomatis tidak mungkin akan ada produksi. Begitu juga jika
masyarakat tidak memiliki daya beli, maka bisa dipastikan semua produksi juga
akan rontok. Hal tersebut menunjukkan betapa vitalnya hubungan antara
kesejahteraan umum yang ada dalam masyarakat dan keberlangsungan aktivitas
bisnis. Dengan demikian, tanpa bisa dibantah lagi, penekanan al-Qur’an terhadap
pentingnya infak memainkan peran yang sangat desisif dalam hal distribusi
kekayaan, penghapusan kemiskinan, membawa kesejahteraan umum, dan tentu saja
menggerakkan aktivitas bisnis.
3.
QS.
Al-Jaatsiyah (45): 13
Allah telah memberitahukan kepada kita semua yang ada di
langit dan di bumi sebagai rahmat dari Allah kepada kita. Kita sebagai makhluk
Allah (manusia) yang diberikan akal pikiran sebaiknya mengetahui bahwa segala
yang ada di langit dan di bumi adalah tanda-tanda kekuasaan dari Allah swt.
Rabb yang seringkali diterjemahkan “Tuhan” dalam bahasa
Indonesia, memiliki makna yang sangat
luas, mencakup antara lain pemeliharaan (al-Murabbi), penolong (al-Nashir),
pemilik (al-Malik), yang memperbaiki (al-Mushlih), tuan (al-Sayyid), dan wali
(al-Wali). Konsep ini bermakna bahwa ekonomi Islam berdiri dan pengendali alam
raya yang dengan takdir-Nya menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam
dengan ketetapan-Nya (Sunatullah).
Dengan keyajinan akan peran dan pemilikkan absolut dari
Allah Rabb semesa alam, maka konsep produksi di dalam ekonomi Islam tidak semata-mata bermotif maksimalisasi
keuntungan dunia, tetap lebih penting untuk mencapai maksimalisasi keuntungan
akhirat. Ayat 77 surat Al-Qashash mengingatkan manusia untuk mencari
kesejahteraan akhirat tanpa melupakan urusan dunia, tetapi sejatinya mereka
sedang berlomba-lomba mencapai kebaikan di akhirat. Subhanallah.
4.
QS.
Al-An’am (6): 165
Allah menjadikan kita pemilik apa yang ada di bumi ini dan
Allah meninggikan derajatnya bagi manusia yang dapat memanfaatkan apa yang ada
di bumi dengan membantu orang lain. Allah menyuruh kita mencari kesejahteraan
di dunia tanpa melupakan kebahagiaan di akhirat. Karena, azab Allah sangatlah
pedih dan Allah selalu mengampuni semua hamba-Nya jika ia ingin memperbaiki
diri dengan alasan lain karena Allah Maha Penyayang.
Islam pun sesungguhnya menerima motif-motif berproduksi
seperti pola pikir ekonomi konvensional tadi. Hanya bedanya lebih jauh Islam
juga menjelaskan nilai-nilai moral di samping utilitas ekonomi. Bahkan sebelum
itu Islam menjelaskan mengapa produksi
harus dilakukan menurut ajaran Islam, manusia adalah khalifatullah atau wakil
Allah dimuka bumi dan berkewajiban untuk memakmurkan bumi dengan jalan
beribadah kepada-Nya.
- QS.
Yunus (10): 14
Allah jadikan kita sebagai manusia saat ini sebagai manusia
yang dapat memanfaatkan atau mengelola apa yang ada di bumi dengan jauh lebih
baik dibandingkan manusia yang terdahulu.
Islam juga mengajarkan bahwa sebaik-baiknya orang adalah
orang yang banyak manfaatnya bagi orang lain atau masyarakat. Fungsi beribadah
dalam arti luas ini tidak mungkin dilakukan bila seseorang tidak bekerja atau
berusaha. Demikian, bekerja dan berusaha itu menempati posisi dan peranan yang
sangat penting dalam Islam. Sangatlah sulit untuk membayangkan seseorang tidak
bekerja dan berusaha, terlepas dari bentuk dan jenis pekerjaannya, dapat
menjalankan fungsinya sebagai Khalifatullah dan bisa memakmurkan bumi serta
bermanfaat bagi masyarakat. Dalam peran sebagai khalifatullah sesorang produsen
tentu tidak akan mengabaikan masalah eksternalitas seperti pencemaran. Karena
bagi Islam, memproduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk dikonsumsi sendiri atau
dijual kepasar. Dua motivasi itu cukup, karena masih terbatas pada fungsi
ekonomi. Islam secara khas menekankan bahwa setiap kegiatan produksi harus pula
mewujudkan fungsi sosial.
Berikut ini implementasi dari hadits tersebut yang
berkaitan dengan produksi:
1. Hadits Shahih Bukhari Kitab Al-Muzara’ah Bab Man Kaa
Na Min Ash-Habi Al-Nabiyyi Saw No. 2340
لِيَمْنَحْهَا (hendaklah dia memberikan secara gratis). Maksudnya,
diberikan untuk diambil manfaatnya secara gratis. Imam Muslim meriwayatkan
melalui jalur Mathar al-Warraq dari Atha’, dari Jabir dengan lafadz
أَنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ كِرَاء الْأَرْض
Artinya: “Sesungguhnya Nabi SAW
melarang menyewakan tanah.”
Karena, berapapun bidang tanah yang kita
miliki alangkah baiknya memanfaatkan dengan cara bercocok tanam atau
dihibahkan. Dan hendak menfaatkan harta (tanah) yang dimiliki kita untuk
menjadi sumber penghasilan kita agar dapat mencukupi kebutuhan sendiri dan
dapat membantu orang lain. Jika memang tidak ingin mengelolanya sebaiknya
berikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan agar ia mengelolanya menjadi
hal yang bermanfaat.
2. Shahih Bukhari Bab Hibah Wa Fadhliha Wa Al-Takhridh Alaiha Bab
Fadhli Al-Manihah No. 2632.
Pada jalur dari Mathar disebutkan,
مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْض فَلْيَزْرَعْهَا فَإِنْ عَجَزَ عَنْهَا
فَلْيَمْنَحْهَا أَخَاهُ الْمُسْلِم وَلَا يُؤَاجِرهَا
Artinya: “Barang siapa memiliki lahan,
maka hendaklah menanaminya. Apabila tidak mampu, maka hendaklah memberikannya
kepada saudaranya sesama muslim, dan janganlah dia menyewakannya.”
Riwayat al-Auza’i yang disebutkan Imam
Bukhari menjelaskan maksud larangan ini, karena dalam riwayat itu disebutkan
sebab larangan tersebut.
3. Shahih Muslim Kitab Al-Buyu’ Bab Kira’a Al-Ardhi No. 1544
فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ
Artinya: “apabila tidak melakukannya,
maka hendaklah dia menahan tanahnya.”
Yakni, jika tidak mau mengelolanya dan
tidak mau memberikan kepada orang lain untuk dikelola secara gratis, maka
hendaklah menahan dan tidak menyewakannya.
Dalam hal ini timbul
kemusykilan bahwa menahan tanah tanpa dikelola berarti menyia-nyiakan manfaat
tanah itu. Dalam hal ini termasuk menyia-nyiakn harta, sedangkan sikap seperti
ini dilarang.
4. Sunan Ibn Majah Kitab Al-Ruhn Bab Al-Muzara’ah Bi Al-Tsulutsi Wa
Al-Rub’i No. 2452 :
Kemusykilan ini dijawab dengan memahami
bahwa yang dilarang adalah menyia-nyiakan harta itu sendiri atau manfaat yang
ada gantinya. Sebab, jika tanah itu ditinggalkan tanpa dikelola, maka
manfaatnya tidak terputus. Bahkan, akan tumbuh rerumputan dan kayu-kayu
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tempat penggembalaan dan lain sebagainya.
Meskipun apa yang kami sebutkan tidak ada,
tetapi membiarkan lahan tidak digarap tetap dapat menyuburkan lahar tersebut.
Mungkin saja hasil yang diperoleh pada tahun ini dapat menutupi hasil ketika
tanah itu dibiarkan tanpa digarap.
5. Berikut implementasi dari hadits Ahmad – 16628:
Rasulullah mengatakan bahwa mata
pencaharian yang baik adalah pekerjaan seorang laki-laki yang menggunakan
tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur. Pekerjaan dengan
menggunakan tangan sendiri seperti menulis, bertani, berkebun,menmpa besi yang
kesemua itu dilakukan dengan tangan yang merupakan bagian dari proses produksi.
Umar Radhiyallahu Anhu berpendapat bahwa
melakukan aktivitas produksi lebih baik daripada mengkhususkan waktu untuk
ibadah-ibadah sunnah, dan mengandalkan manusia dalam mencukupi kebutuhannya.
Diantara bukti ini adalah riwayat yang mengatakan, bahwa Umar Radhiyallahu Anhu
melihat tiga orang di masjid tekun beribadah, maka beliau bertanya kepada salah
satu diantara mereka, “dari mana kamu makan?” ia menjawab “aku adalah hamba
Allah, dan Dia mendatangkan rezekiku sebagaimana Dia menghendaki”. Lalu Umar
pun meninggalkannya, lalu menuju ke orang kedua seraya menanyakan hal yang
sama. Maka dia menjawab “aku memiliki saudara yang mencari kayu di gunung untuk
dijual, lalu ia makan sebagian hasilnya, dan dia datang memenuhi kebutuhanku”
Maka Umar berkata. “saudaramu lebih beribadah daripada kamu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kegiatan produksi merupakan mata rantai
dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasikan barang dan
jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan
ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk mengahasilkan barang dan
jasa kegiatan produksi melibatkan banyak faktor produksi. Beberapa implikasi
mendasar bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan,
antara lain : Seluruh kegiatan produksi terikat pada tataran nilai moral
dan teknikal yang Islami, kegiatan produksi harus memperhatikan
aspek sosial-kemasyarakatan, permasalahan ekonomi muncul bukan saja
karena kelangkaan tetapi lebih kompleks. Maka Hadits Jabir bin Abdullah RA ini
merupakan larangan menelantarkan lahan, karena hal ini termasuk perbuatan yang
tidak bermanfaat. Dalam menelantarkan lahan, Rasulullah SAW
menyarankan untuk memanfaatkan dan mengupah orang lain untuk mengelolahnya.
DAFTAR PUSTAKA
El Misykatul Ma’arif. 2011. Teori Produksi dalam Islam. http://radenbaguz.wordpress.com/teori-produksi-dalam-islam/,
8 Mei 2011.
Kadir, Ahmad. 2010. Hukum Bisnis Syariah dalam Alquran. Jakarta:
AMZAH.
Khaidirali Batubara. 2015. Makalah Tafsir Ayat dan Hadits tentang
Produksi dan Konsumen. http://khaidiralibatubara.blogspot.co.id/2015/05/makalah-tafsir-ayat-dan-hadits-tentang_23.html?m=1,
6 Mei 2015.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2008. Ekonomi Islam.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Refky Fielnanda. 2015. Studi Hadits Tentang Produksi. http://refkyfielnanda.blogspot.co.id/2015/01/studi-hadits-tentang-produksi_19.html?=1,
19 Januari 2015.
Tjoet Nyak Nuroel Izzatie. Teori Produksi dalam Ekonomi Islam. http://tjoetnyakkkk.blogspot.co.id/2011/01/teori-produksi-dalam-ekonomi-islam.html?=1,
3 Januari 2011.
Veithzal Rivai dan Andi Buchari. 2012. Islamic Business and Economic
Ethics. Jakarta: Bumi Aksara.
Veithzal Rivai dkk. 2009 Islamic Economics. Jakarta: Bumi Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar