Selasa, 03 Mei 2016

Makalah Ayat dan Hadits Produksi

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pandangan tentang kegiatan ekonomi dalam Islam yaitu produksi tersirat dari bahasan ekonomi yang dilakukan oleh Hasan Al Banna. Beliau mengutip firman Allah SWT yang mengatakan: “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah SWT telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan bathin.” (QS. Lukman: 20)
Semua sumberdaya yang terdapat di langit dan di bumi disediakan Allah SWT untuk kebutuhan manusia, agar manusia dapat menikmatinya secara sempurna, lahir dan batin, material dan spiritual. Apa yang diungkapkan oleh Hasan Al Banna ini semakin menegaskan bahwa ruang lingkup keilmuan ekonomi islam lebih luas dibandingkan dengan ekonomi konvensional. Ekonomi islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan materi yang bersifat fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan materi yang bersifat abstrak, pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi manusia sebagai hamba Allah SWT.
Al-Qur’an juga telah memberikan tuntunan visi bisnis yang jelas yaitu visi bisnis masa depan yang bukan semata-mata mencari keuntungan sesaat tetapi “merugikan”, melainkan mencari keuntungan yang secara hakikat baik dan berakibat baik pula bagi kesudahannya (pengaruhnya). Salah satu aktifitas bisnis dalam hidup ini adalah adanya aktifitas produksi.

B.     Rumusan Masalah
Dalam penulisan karya ilmiah ini, kami merumuskan permasalahan didalamnya. Berikut ini rumusan masalahnya:
1.      Apakah definisi dari produksi ?
2.      Bagaimanakah teori produksi ?
3.      Apa sajakah ayat dan hadits yang berkaitan dengan kegitan produksi ?
4.      Bagaimanakah implementasi dari ayat dan hadits yang berkaitan dengan kegiatan produksi ?

C.    Tujuan Penulisan
Kami sebagai penulis mempunyai tujuan dalam penulisan karya ilmih ini, berikut tujuan penulisannya:
1.      Untuk mengetahui definisi dari produksi baik dalam Islam maupun konvensional.
2.      Untuk mengetahui bagaimana teori produksi.
3.      Untuk mengetahui beberapa ayat dan hadits yang berkaitan dengan kegitan produksi.
4.      Untuk mengetahui implementasi dari beberapa ayat dan hadits yang berkaitan dengan kegiatan produksi.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Produksi
Para ekonom mendefiniskan produksi sebagai menghasilkan kekayaan melalui eksploistasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan. Bila diartikan secara konvensional, produksi adalah proses menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber daya yang ada. Dalam pengertian lain kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi dapat diartikan sebagai, kegitan yang menciptakan manfaat (utility) baik di masa kini, maupun di masa yang akan datang (M. Frank, 2003). Sedangkan bila diartikan secara islam kegiatan produksi dalam Islam tidak semata- mata hanya ingin memaksimalkan keuntungan dunia saja akan tetapi yang lebih penting lagi adalah, untuk mencapai maksimalisasi keuntungan diakherat. Konsep produksi dalam Islam adalah konsep produksi menurut Al- Quran dan Hadist, dan ini sangat erat sekali hubungannya dengan sistem ekonomi Islam, yaitu kumpulan dasar- dasar ekonomi yang di simpulkan dari Al- Quran dan Hadist. Berikut definisi produksi menurut ekonomi muslim:
1.      Kahf. mendefinisikan kegiatan produksi dalam Islam sebagai usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisi materialnya, tetapi juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana yang telah digariskan dalam agama  yaitu kebahagian dunia dan akhirat.
2.      Siddiqi (1992) mendefinisikan kegiatan produksi sebagai penyediaan barang dan jasa dengan memperhatikan nilai keadilan dan memanfaatkan (maslahah) bagi masyarkat. Dalam pandangannya sepanjang produsen telah bertindak adil dan telah membawa kebajikan bagi masyarakat maka ia telah bertindak secara Islami.

B.     Teori Produksi
Produksi, distribusi dan konsumsi sesungguhnya merupakan satu rangkaian kegiatan ekonomi yang tidak dipisahkan. Ketiganya, memang saling mempengaruhi namun harus diakui produksi merupakan titik pangkal dari kegiatan itu. Tidak akan ada distribusi tanpa produksi. Dari teori ekonomi makro kita memperoleh infformasi. Kemajuan ekonomi pada tingkat individu maupun bangsa lebih dapat diukur dengan tingkat produktivitasnya dari pada kemewahan konsumtif mereka. Atau dengankemampuan ekspornya ketimbang agregat impornya (Sukirno, 198).
Dari sisi pandangan konvensional, biasanya produksi dilihat dari tiga hal, yaitu apa yang diproduksi, bagaimana memproduksinya, dan untuk siapa barang/jasa diproduksi. Cara pandang ini untuk memastikan bahwa kegiatan produksi cukup layak untuk mencapai skala ekonomi. Dalam produksi itu terjadi, ekonomi konvensional menempatkan tenaga kerja sebagai salah satu dari empat faktor produksi, tiga faktor lainnya adalah sumber alam, modal dan keahlian. Dalam memandang faktor tenaga kerja ini terdapat sejumlah perbedaan. Paham ekonom sosialis misalnyamemang mengakui faktor tenaga kerja merupakan faktor penting. Namun paham ini tidak memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap hak milik individu, sehingga faktor tenaga kerja atau manusia turun derajatnya menjadi sekedar pekerja atau kelas pekerja. Sedangkan paham kapitalis yang saat ini menguasai dunia, memandang modal atau kapital sebagai unsur yang terpenting, dan oleh sebab itu para pemilik modal atau para kapitalis yang menduduki tempat yang sangat dalam ekonomi kapitalis.
Sedangkan terdapat pula pandangan produksi dalam al-Qur’an dan hadits sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-Anbiya, 21:80): “Dan telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu: Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah)”. Dan pula terdapat hadits yang membahas teori produksi, yaitu: “Seorang diantarakamu mengambil tali dan pergi ke gunung untuk mengambil kayu bakar lalu dipikulnya pada punggungnya dan selanjutnya dijualnya serta dengan cara ini ia bisa menghidupkan dirinya, adalah lebih baik daripada ia meminta-minta kepada manusia, kadang ia diberi dan kadang tidak diberi (HR. Ahmad, Bukhari dan Ibnu Majah).
Rasululullah memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip produksi sebagai berikut:
1.      Tiga manusia dimuka bumi sebagai khalifah Allah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya. Allah menciptakan bumi dan langit beserta segala apa yang ada diantara keduanya karena sifat Rahmaan dan Rahiim-Nya kepada manusia. Karenanya sifat tersebut harus melandasi aktivitas manusia dalam pemanfaatan bumi dan langit serta segala isinya.
2.      Islam selalu mendorong kemajuan dibidang produksi. Menurut Yusuf Qhardawi, Islam membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang didasarkan kepada penelitian, eksperimen dan perhitungan. Akan tetapi Islam tidak membenarkan penuhan terhadap hasil karya ilmu pengetahuan dalam arti melepaskan dirinya dari al-Qur’an dan Hadits.
3.      Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia. Nabi bersabda: “Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian”.
4.      Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama Islam menyukai kemudahan, menghindari mudharat dan memaksimalkan manfaat. Dalam Islam tidak terdapat ajaran yang memerintahkan membiarkan segala urusan berjalan dalam kesulitannya, karena pasrah kepada keberuntungan atau kesialan, karena berdalih dengan ketetapan da ketentuan Allah, atau karena tawakkal kepada-Nya, sebagaimana keyakinan yang terdapat didalam agama selain Islam.
Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi antara lain adalah:
1.      Memproduksi barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
2.      Mencegah kerusakan dimuka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian dan ketersediaan sumber daya alam.
3.      Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai kemakmuran.
4.      Produksi dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat.
5.      Meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik kualitas spiritual maupun mental dan fisik.





C.    Ayat dan Hadits Produksi
  1. Ayat yang berkaitan dengan Kegiatan Produksi
a.       QS. Hud (11): 61
 وَإِلَىٰ ثَمُوْدَ أَخَاهُمْ صَالِحًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوْا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوْهُ ثُمَّ تُوْبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ
Artinya:
Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)" (QS. Hud (11): 61).
b.      QS. Al-Anbiya (21): 80
وَعَلَّمْنَـهُ صَنْعَةَ لَبُوْسٍ لَّـكُـمْ لِتُحْصِنَكُـمْ مِّنْ بَأْسِكُمْ  فَهَلْ أْنْتُمْ شَـكِـرُوْنَ
Artinya:
Dan kami telah ajarkan kepada Dawud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah). (QS. Al-Anbiya (21): 80)
c.       QS. Al-Jaatsiyah (45): 13
وَسَخَّرَلَـكُـمْ مَّافِى السَّمَـوَتِ وَمَافِى الْأَرْضِ جَمِيْعًا مِّنْهُ  إِنَّ فِى ذَلِكَ لَأَيَـتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَـكِّـرُوْنَ
Artinya:
Dan dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari pada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasan Allah) bagi kaum yang berfikir (QS. Al-Jaatsiyah (45): 13).
d.      QS. Al-An’am (6): 165
وَهُوَ الَّذِى جَعَلَـكُـمْ خَلَــىـتٍ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَـكُـمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَــتٍ لِّيَبْلُوَ كُـمْ فِى مَآ ءَاتَـىــكُـمْ  إِنَّ رَبَّكَ سَرِيْـعُ الْعِقَابِ وَإِنَّهُ،لَغَفُوْرٌرَّحِيْمُ

Artinya:
Dan dia yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas kebahagiaan (yang lain) beberapa derajat untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang (QS. Al-An’am (6): 165).
e.       QS. Yunus (10): 14
ثُمَّ جَعَلْنَــكُـمْ خَلَـــىـفَ فِى الْأَرْضِ مِنْ بَعْدِهِـمْ لِنَنْظُرَكَـيْفَ تَعْمَلُوْنَ
Artinya:
Kemudian kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) dimuka bumi sesudah mereka, supaya kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat (QS. Yunus (10): 14).

  1. Hadits yang berkaitan dengan Kegiatan Produksi
a.       Shahih Bukhari Kitab Al-Muzara’ah Bab Man Kaa Na Min Ash-Habi Al-Nabiyyi Saw No. 2340.
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانُوا يَزْرَعُونَهَا بِالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ وَالنِّصْفِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ وَقَالَ الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ أَبُو تَوْبَةَ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ (رواه بـخارى)
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami ['Ubaidullah bin Musa] telah mengabarkan kepada kami [Al Awza'iy] dari ['Atha'] dari [Jabir radliallahu 'anhu] berkata: "Dahulu orang-orang mempraktekkan pemanfaatan tanah ladang dengan upah sepertiga, seperempat atau setengah maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang memiliki tanah ladang hendaklah dia garap untuk bercocok tanam atau dia hibahkan. Jika dia tidak lakukan maka hendaklah dia biarkan tanahnya". Dan berkata, [Ar-Rabi' bin Nafi' Abu Taubah] telah menceritakan kepada kami [Mu'awiyah] dari [Yahya] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah radliallahu 'anhu] berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang memiliki tanah ladang hendaklah dia garap untuk bercocok tanam atau dia berikan kepada saudaranya (untuk digarap). Jika dia tidak lakukan maka hendaklah dia biarkan tanahnya.” (HR. Bukhari).
b.      Shahih Bukhari Bab Hibah Wa Fadhliha Wa Al-Takhridh Alaiha Bab Fadhli Al-Manihah No. 2632
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي عَطَاءٌ عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَتْ لِرِجَالٍ مِنَّا فُضُولُ أَرَضِينَ فَقَالُوا نُؤَاجِرُهَا بِالثُّلُثِ وَالرُّبُعِ وَالنِّصْفِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ وَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ حَدَّثَنِي الزُّهْرِيُّ حَدَّثَنِي عَطَاءُ بْنُ يَزِيدَ حَدَّثَنِي أَبُو سَعِيدٍ قَالَ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَهُ عَنْ الْهِجْرَةِ فَقَالَ وَيْحَكَ إِنَّ الْهِجْرَةَ شَأْنُهَا شَدِيدٌ فَهَلْ لَكَ مِنْ إِبِلٍ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَتُعْطِي صَدَقَتَهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَهَلْ تَمْنَحُ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَتَحْلُبُهَا يَوْمَ وِرْدِهَا قَالَ نَعَمْ قَالَ فَاعْمَلْ مِنْ وَرَاءِ الْبِحَارِ فَإِنَّ اللَّهَ لَنْ يَتِرَكَ مِنْ عَمَلِكَ شَيْئًا (رواه بـخارى)
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Yusuf] telah menceritakan kepada kami [Al Awza'iy] berkata, telah menceritakan kepadaku ['Atho'] dari [Jabir radliallahu 'anhu] berkata; Ada orang-orang dari kami yang memiliki banyak lahan tanah. Mereka berkata: "Kami akan sewakan dengan pembagian sepertiga, seperempat dan atau setengah". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang memiliki lahan hendaklah dia tanami atau dia berikan kepada saudaranya untuk digarap. Jika dia tidak mau, hendaklah dia biarkan tanahnya". Dan Mujahid bin Yusuf berkata, telah menceritakan kepada kami Al Awza'iy telah menceritakan kepadaku Az Zuhriy telah menceritakan kapadaku 'Atho' bin Yazid telah menceritakan kapadaku Abu Sa'id berkata: "Datang seorang Baduy kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu bertanya tentang hijrah. Maka Beliau menjawab: "Bagaimana kamu ini, sesungguhnya hijrah adalah perkara yang berat. Apakah kamu ada memiliki unta?" Dia menjawab: "Ya punya". Lalu Beliau bertanya: "Apakah kamu mengeluarkan zakatnya?" Dia menjawab: "Ya". Beliau bertanya lagi: "Apakah ada darinya yang kamu berikan (hadiahkan)?" Dia menjawab: "Ya". Beliau bertanya lagi: "Apakah kamu memberinya susu saat kehausan?" Dia menjawab: "Ya". Maka Beliau bersabda: "Beramallah kamu dari seberang lautan karena Allah tidak akan mengurangi sedikitpun dari amalan kamu.” (HR. Bukhari).
c.       Shahih Muslim Kitab Al-Buyu’ Bab Kira’a Al-Ardhi No. 1544
حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْحُلْوَانِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ (رواه مسلم)
Artinya:  
Telah menceritakan kepada kami [Husain bin Ali Al Hulwani] telah menceritakan kepada kami [Abu Taubah] telah menceritakan kepada kami [Mu'awiyah] dari [Yahya bin Abi Katsair] dari [Abu Salamah bin Abdurrahman] dari [Abu Hurairah] dia berkata; Rasulullah Shallallu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa memiliki sebidang tanah, hendaklah ia menanaminya, atau memberikannya kepada saudaranya (supaya menanaminya), Namun jika ia tidak mau, hendaklah ia menjaganya." (HR. Muslim).
d.      Sunan Ibn Majah Kitab Al-Ruhn Bab Al-Muzara’ah Bi Al-Tsulutsi Wa Al-Rub’i No. 2452
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعِيدٍ الْجَوْهَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبُو تَوْبَةَ الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ سَلَّامٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا أَخَاهُ فَإِنْ أَبَى فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ (رواه أبن ماجه)
Artinya:  
Telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Sa'id Al Jauhari] berkata, telah menceritakan kepada kami [Abu Taubah Ar Rabi' bin Nafi'] berkata, telah menceritakan kepada kami [Mu'awiyah bin Salam] dari [Yahya bin Abu Katsir] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah] ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa memiliki sebidang tanah hendaklah ia menanaminya atau ia berikan pengolahannya kepada saudaranya, namun jika menolak hendaklah ia tahan tanahnya.” (HR. Sunan Ibn Majah).
e.       Ahmad - 16628
حَدَّثَنَا يَزِيْدُ حَدَّثَنَا الْمَسْعُوْدِيُّ عَنْ وَائلٍ أَبِيْ بَـكْرٍ عَنْ عَبَايَةَ بْنِ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعِ بْنِ خَدِيْجٍ عَنْ جَدِّهِ رَافِعِ بْنِ خَدِيْجٍ قَالَ ياَرَسُوْلَ اللَّهِ أَيُّ الْـكَسْبِ أَطْيَبُ قَال عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُـلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ (رواه أحمد)
Artinya:  
Telah menceritakan kepada kami Yazid telah menceritakan kepada kami Al Mas’udi dari Wa’il Abu Bakr dari Abayah bin Rifa’ah bin Rafi’ bin Khadij dari kakeknya Rafi’ bin Khadij dia berkata, “Dikatakan, “Wahai Rasulullah, mata pencaharian apakah yang paling baik?” beliau bersabda: “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR Ahmad).

D.    Implementasi
Berikut ini implementasi dari ayat tersebut yang berkaitan dengan produksi:
  1. QS. Hud (11): 61)
Kita manusia hanya menyembah Allah, karena Dia-lah yang menciptakan kita yaitu dari tanah dan kita dijadikannya sebagai pemakmur buni (tanah) dengan cara menfaatkan semua apa yang ada di bumi ini dan disamping itu kita sebaiknya memohon ampunan kepada-Nya karena rahmat Allah sangat dekat.
Bumi adalah lapangan sedangkan manusia adalah pekerja penggarapnya yang sungguh-sungguh sebagai wakil dari Sang Pemilik lapangan tersebut. Untuk menggarap dengan baik, Sang Pemilik memberi modal awal berupa fisik materi yang terbuat dari tanah yang kemudian ditiupkannya roh dan diberinya ilmu. Dalam Al-Qur’an digambarkan kisah penciptaan Adam anara lain pada Surah al-Baqarah. Maka ilmu merupakan faktor produksi terpenting yang ketiga dalam pandangan Islam. Teknik produksi, mesin serta sistem manajemen merupakan buah dari ilmu dan kerja. Modal adalah hasil kerja yang disimpan.
  1. QS. Al-Anbiya (21): 80
Allah swt. telah mengajarkan Dawud cara membuat baju besi atau baju pelindung saat ia menghadapi peperangan. Dan kita sebaiknya mensyukuri apa yang Allah berikan (petunjuk atau cara) membuat sesuatu (contoh; baju besi).
Sehingga pada akhirnya, produksi dan konsumsi adalah dua hal paling determinan untuk keberhasilan bisnis sangat dependen terhadap kesejahteraan masyarakat yang ada dalam sebuah masyarakat. Jika tidak ada konsumsi maka secara otomatis tidak mungkin akan ada produksi. Begitu juga jika masyarakat tidak memiliki daya beli, maka bisa dipastikan semua produksi juga akan rontok. Hal tersebut menunjukkan betapa vitalnya hubungan antara kesejahteraan umum yang ada dalam masyarakat dan keberlangsungan aktivitas bisnis. Dengan demikian, tanpa bisa dibantah lagi, penekanan al-Qur’an terhadap pentingnya infak memainkan peran yang sangat desisif dalam hal distribusi kekayaan, penghapusan kemiskinan, membawa kesejahteraan umum, dan tentu saja menggerakkan aktivitas bisnis.
3.      QS. Al-Jaatsiyah (45): 13
Allah telah memberitahukan kepada kita semua yang ada di langit dan di bumi sebagai rahmat dari Allah kepada kita. Kita sebagai makhluk Allah (manusia) yang diberikan akal pikiran sebaiknya mengetahui bahwa segala yang ada di langit dan di bumi adalah tanda-tanda kekuasaan dari Allah swt.
Rabb yang seringkali diterjemahkan “Tuhan” dalam bahasa Indonesia,  memiliki makna yang sangat luas, mencakup antara lain pemeliharaan (al-Murabbi), penolong (al-Nashir), pemilik (al-Malik), yang memperbaiki (al-Mushlih), tuan (al-Sayyid), dan wali (al-Wali). Konsep ini bermakna bahwa ekonomi Islam berdiri dan pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan ketetapan-Nya (Sunatullah).
Dengan keyajinan akan peran dan pemilikkan absolut dari Allah Rabb semesa alam, maka konsep produksi di dalam ekonomi Islam  tidak semata-mata bermotif maksimalisasi keuntungan dunia, tetap lebih penting untuk mencapai maksimalisasi keuntungan akhirat. Ayat 77 surat Al-Qashash mengingatkan manusia untuk mencari kesejahteraan akhirat tanpa melupakan urusan dunia, tetapi sejatinya mereka sedang berlomba-lomba mencapai kebaikan di akhirat. Subhanallah.
4.      QS. Al-An’am (6): 165
Allah menjadikan kita pemilik apa yang ada di bumi ini dan Allah meninggikan derajatnya bagi manusia yang dapat memanfaatkan apa yang ada di bumi dengan membantu orang lain. Allah menyuruh kita mencari kesejahteraan di dunia tanpa melupakan kebahagiaan di akhirat. Karena, azab Allah sangatlah pedih dan Allah selalu mengampuni semua hamba-Nya jika ia ingin memperbaiki diri dengan alasan lain karena Allah Maha Penyayang.
Islam pun sesungguhnya menerima motif-motif berproduksi seperti pola pikir ekonomi konvensional tadi. Hanya bedanya lebih jauh Islam juga menjelaskan nilai-nilai moral di samping utilitas ekonomi. Bahkan sebelum itu Islam  menjelaskan mengapa produksi harus dilakukan menurut ajaran Islam, manusia adalah khalifatullah atau wakil Allah dimuka bumi dan berkewajiban untuk memakmurkan bumi dengan jalan beribadah kepada-Nya.
  1. QS. Yunus (10): 14
Allah jadikan kita sebagai manusia saat ini sebagai manusia yang dapat memanfaatkan atau mengelola apa yang ada di bumi dengan jauh lebih baik dibandingkan manusia yang terdahulu.
Islam juga mengajarkan bahwa sebaik-baiknya orang adalah orang yang banyak manfaatnya bagi orang lain atau masyarakat. Fungsi beribadah dalam arti luas ini tidak mungkin dilakukan bila seseorang tidak bekerja atau berusaha. Demikian, bekerja dan berusaha itu menempati posisi dan peranan yang sangat penting dalam Islam. Sangatlah sulit untuk membayangkan seseorang tidak bekerja dan berusaha, terlepas dari bentuk dan jenis pekerjaannya, dapat menjalankan fungsinya sebagai Khalifatullah dan bisa memakmurkan bumi serta bermanfaat bagi masyarakat. Dalam peran sebagai khalifatullah sesorang produsen tentu tidak akan mengabaikan masalah eksternalitas seperti pencemaran. Karena bagi Islam, memproduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk dikonsumsi sendiri atau dijual kepasar. Dua motivasi itu cukup, karena masih terbatas pada fungsi ekonomi. Islam secara khas menekankan bahwa setiap kegiatan produksi harus pula mewujudkan fungsi sosial.
Berikut ini implementasi dari hadits tersebut yang berkaitan dengan produksi:
1.      Hadits Shahih Bukhari Kitab Al-Muzara’ah Bab Man Kaa Na Min Ash-Habi Al-Nabiyyi Saw No. 2340
لِيَمْنَحْهَا  (hendaklah dia memberikan secara gratis). Maksudnya, diberikan untuk diambil manfaatnya secara gratis. Imam Muslim meriwayatkan melalui jalur Mathar al-Warraq dari Atha’, dari Jabir dengan lafadz
 أَنَّ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ كِرَاء الْأَرْض 
Artinya: “Sesungguhnya Nabi SAW melarang menyewakan tanah.”
Karena, berapapun bidang tanah yang kita miliki alangkah baiknya memanfaatkan dengan cara bercocok tanam atau dihibahkan. Dan hendak menfaatkan harta (tanah) yang dimiliki kita untuk menjadi sumber penghasilan kita agar dapat mencukupi kebutuhan sendiri dan dapat membantu orang lain. Jika memang tidak ingin mengelolanya sebaiknya berikan kepada orang lain yang lebih membutuhkan agar ia mengelolanya menjadi hal yang bermanfaat.
2.      Shahih Bukhari Bab Hibah Wa Fadhliha Wa Al-Takhridh Alaiha Bab Fadhli Al-Manihah No. 2632.
Pada jalur dari Mathar disebutkan,
 مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْض فَلْيَزْرَعْهَا فَإِنْ عَجَزَ عَنْهَا فَلْيَمْنَحْهَا أَخَاهُ الْمُسْلِم وَلَا يُؤَاجِرهَا 
Artinya: “Barang siapa memiliki lahan, maka hendaklah menanaminya. Apabila tidak mampu, maka hendaklah memberikannya kepada saudaranya sesama muslim, dan janganlah dia menyewakannya.”
Riwayat al-Auza’i yang disebutkan Imam Bukhari menjelaskan maksud larangan ini, karena dalam riwayat itu disebutkan sebab larangan tersebut.
3.      Shahih Muslim Kitab Al-Buyu’ Bab Kira’a Al-Ardhi No. 1544
فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلْيُمْسِكْ أَرْضَهُ 
Artinya: “apabila tidak melakukannya, maka hendaklah dia menahan tanahnya.”
Yakni, jika tidak mau mengelolanya dan tidak mau memberikan kepada orang lain untuk dikelola secara gratis, maka hendaklah menahan dan tidak menyewakannya.
Dalam hal ini timbul kemusykilan bahwa menahan tanah tanpa dikelola berarti menyia-nyiakan manfaat tanah itu. Dalam hal ini termasuk menyia-nyiakn harta, sedangkan sikap seperti ini dilarang.
4.      Sunan Ibn Majah Kitab Al-Ruhn Bab Al-Muzara’ah Bi Al-Tsulutsi Wa Al-Rub’i No. 2452 :
Kemusykilan ini dijawab dengan memahami bahwa yang dilarang adalah menyia-nyiakan harta itu sendiri atau manfaat yang ada gantinya. Sebab, jika tanah itu ditinggalkan tanpa dikelola, maka manfaatnya tidak terputus. Bahkan, akan tumbuh rerumputan dan kayu-kayu sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tempat penggembalaan dan lain sebagainya.
Meskipun apa yang kami sebutkan tidak ada, tetapi membiarkan lahan tidak digarap tetap dapat menyuburkan lahar tersebut. Mungkin saja hasil yang diperoleh pada tahun ini dapat menutupi hasil ketika tanah itu dibiarkan tanpa digarap.
5.      Berikut implementasi dari hadits Ahmad – 16628:
Rasulullah mengatakan bahwa mata pencaharian yang baik adalah pekerjaan seorang laki-laki yang menggunakan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur. Pekerjaan dengan menggunakan tangan sendiri seperti menulis, bertani, berkebun,menmpa besi yang kesemua itu dilakukan dengan tangan yang merupakan bagian dari proses produksi.
Umar Radhiyallahu Anhu berpendapat bahwa melakukan aktivitas produksi lebih baik daripada mengkhususkan waktu untuk ibadah-ibadah sunnah, dan mengandalkan manusia dalam mencukupi kebutuhannya. Diantara bukti ini adalah riwayat yang mengatakan, bahwa Umar Radhiyallahu Anhu melihat tiga orang di masjid tekun beribadah, maka beliau bertanya kepada salah satu diantara mereka, “dari mana kamu makan?” ia menjawab “aku adalah hamba Allah, dan Dia mendatangkan rezekiku sebagaimana Dia menghendaki”. Lalu Umar pun meninggalkannya, lalu menuju ke orang kedua seraya menanyakan hal yang sama. Maka dia menjawab “aku memiliki saudara yang mencari kayu di gunung untuk dijual, lalu ia makan sebagian hasilnya, dan dia datang memenuhi kebutuhanku” Maka Umar berkata. “saudaramu lebih beribadah daripada kamu.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk mengahasilkan barang dan jasa kegiatan produksi  melibatkan banyak faktor produksi. Beberapa implikasi mendasar  bagi kegiatan produksi dan perekonomian secara keseluruhan, antara lain : Seluruh kegiatan produksi  terikat pada tataran nilai moral dan teknikal yang Islamikegiatan produksi harus memperhatikan aspek sosial-kemasyarakatan, permasalahan ekonomi  muncul bukan saja karena kelangkaan tetapi lebih kompleks. Maka Hadits Jabir bin Abdullah RA ini merupakan larangan menelantarkan lahan, karena hal ini termasuk perbuatan yang tidak bermanfaat. Dalam menelantarkan lahan, Rasulullah SAW menyarankan untuk memanfaatkan dan mengupah orang lain untuk mengelolahnya.













DAFTAR PUSTAKA

El Misykatul Ma’arif. 2011. Teori Produksi dalam Islam. http://radenbaguz.wordpress.com/teori-produksi-dalam-islam/, 8 Mei 2011.
Kadir, Ahmad. 2010. Hukum Bisnis Syariah dalam Alquran. Jakarta: AMZAH.
Khaidirali Batubara. 2015. Makalah Tafsir Ayat dan Hadits tentang Produksi dan Konsumen. http://khaidiralibatubara.blogspot.co.id/2015/05/makalah-tafsir-ayat-dan-hadits-tentang_23.html?m=1, 6 Mei 2015.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Refky Fielnanda. 2015. Studi Hadits Tentang Produksi. http://refkyfielnanda.blogspot.co.id/2015/01/studi-hadits-tentang-produksi_19.html?=1, 19 Januari 2015.
Tjoet Nyak Nuroel Izzatie. Teori Produksi dalam Ekonomi Islam. http://tjoetnyakkkk.blogspot.co.id/2011/01/teori-produksi-dalam-ekonomi-islam.html?=1, 3 Januari 2011.
Veithzal Rivai dan Andi Buchari. 2012. Islamic Business and Economic Ethics. Jakarta: Bumi Aksara.
Veithzal Rivai dkk. 2009 Islamic Economics. Jakarta: Bumi Aksara.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar